8 Tantangan Dalam Perencanaan Keuangan Pribadi

Dengan perkembangan teknologi saat ini, mudah sekali bagi siapapun untuk mendapatkan akses atas informasi mengenai apapun, termasuk juga dalam hal financial planning atau perencanaan keuangan pribadi. Banyak sekali tips perencanaan keuangan yang bisa dibaca dimana pun, baik yang bersifat umum seperti tips menyusun perencanaan keuangan, maupun yang bersifat spesifik seperti tips memulai investasi.

Tantangan Dalam Perencanaan Keuangan Pribadi

Dari semua tips tersebut, umumnya berisi anjuran untuk mengatasi atau mencari jalan keluar dari berbagai tantangan/masalah dalam keuangan pribadi. Apa saja tantangan dalam keuangan pribadi yang sering timbul? Berikut 8 tantangan umum dalam perencanaan keuangan pribadi yang umum kita jumpai:

#1 Tidak memiliki anggaran pribadi/keluarga.

Saya yakin kebanyakan dari kita sering berhadapan dengan “budget” dalam pekerjaan rutin. Dari sudut pandang pengeluaran, budget adalah patokan biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai suatu tujuan. Gampangnya, jangan pernah melewati budget kalau tidak mau merugi. Semua pengeluaran direncanakan terlebih dahulu secara detail, dan nantinya budget tersebut yang akan menjadi alat kontrol dari pengeluaran yang terjadi.

Nah, dalam lingkup yang lebih kecil, ini sama saja dengan keuangan pribadi. Budget/anggaran juga menjadi suatu keharusan. Pernah denger istilah “gaji 10 koma – tiap tanggal 10 gaji tinggal koma nya aja”? Atau ada teman yg bingung, “kok gaji gw udah abis aja padahal baru tanggal segini?“. Pasti ngga punya anggaran pribadi tuh, hehehe. Dan jujur aja, kebanyak orang tidak peduli dengan anggaran pribadi ini.

Apa akibatnya jika tidak memiliki anggaran pribadi ini? Over spending dan impulse purchase, yang berakhir dengan istilah besar pasak daripada tiang. Banyak yang belum memiliki anggaran pribadi ini karena merasa kesulitan atau tidak tau cara menyusunnya. Coba deh beberapa tips di blog ini, saya pernah membahas tentang langkah awal memulai perencanaan keuangan pribadi dan cara menyusun anggaran keluarga. Ada juga tulisan-tulisan lain dalam folder anggaran keluarga.

#2 Tidak memiliki dana darurat.

Dana darurat sering dipandang sebelah mata, terutama dalam keadaan normal tanpa ada keharusan membuat suatu pengeluaran besar. Apalagi jika membaca formulasi dana darurat yang sering dihitung sebagai perkalian dari biaya bulanan, yang kadang dirasa terlalu fantastis untuk dicapai.

Anyway, kebutuhan dana darurat ini bukan hanya di “waktu darurat”, yang bagi sebagian besar dari kita dipersepsikan sebagai saat kita di PHK, sakit kritis atau lainnya. Tapi juga dalam keadaan tertentu seperti mobil mendadak membutuhkan perbaikan lumayan besar, atau harus sedikit merenovasi rumah, atau kebutuhan anak yang datang secara mendadak, atau ada kedukaan di keluarga.

Ini semua harus ditalangi dengan dana tambahan (di luar anggaran rutin), dan disitu pula dana darurat akan terasa manfaatnya. Coba deh mulai menyusun dana darurat dengan patokan sesuai referensi para perencana keuangan atau di tulisan saya terdahulu.

#3 Tidak memiliki dana pensiun.

Dana pensiun pun adalah hal lain yang sering dipandang sebelah mata. Kenapa? Karena masih jauh. Bener sih. Tapi percayalah, waktu berjalan dengan sangat cepat, dan jika tidak dipikirkan dari sekarang, berpotensi menimbulkan resiko besar nantinya.

Saya seringkali mengisi pelatihan tentang dana pensiun ini, yang sayangnya diadakan untuk karyawan yang 1-2 tahun lagi akan pensiun. Berdasarkan pengalaman, sebagian dari mereka hanya memiliki bekal pas-pasan untuk pensiun, bahkan sebagian kecil bisa dibilang tidak siap pensiun. Nah lo?! So, mau gimana untuk pensiun? Ada yang bilang, kan ada anak. Iya kalo punya anak dan anaknya sukses, hehehe. Plus lagi, kan katanya kita kerja demi anak. Masa iya saat pensiun kita malah merepotkan anak dan keluarganya untuk menghidupi kita?

Makanya, yuk siapin dana pensiun dari sekarang.

#4 Bergantung pada kartu kredit.

Yang selalu harus diingat adalah: kartu kredit merupakan alat pembayaran, bukan sumber uang tambahan. Sayangnya banyak yang menggunakan kartu kredit ini jadi penyambung hidup. Setelah itu bayar minimum sambil nunggu bonus/THR untuk pelunasan.

Okelah jika kartu kredit dipakai untuk kepentingan mendesak. Tapi mayoritas kegiatan gesek-menggesek ini dilakukan karena alesan impulsif saja, entah itu karena tidak kuat liat sale atau godaan besar belanja online yang sedang mewabah 😉 Akibatnya? Ada beban bunga yang harus ditanggung, plus perencanaan keuangan untuk tujuan-tujuan yang utama menjadi terbengkalai.

#5 Tidak memiliki tujuan.

Dulu waktu masih sering lari, tujuan ini menjadi hal yang penting untuk latian. Rencana mau ikut race half-marathon, maka beberapa bulan sebelumnya sudah dibuat training plan yang kemudian dijalankan dengan sangat disiplin. Jika tanpa tujuan, lari jadinya cuma sekedar lari. Baru mulai lari di GBK, yang kebayang malah empal gentong di salah satu sudut pagar GBK, hehehe. Tidak ada usaha lebih untuk mengoptimalkan kemampuan pribadi.

Begitu juga dalam perencanaan keuangan pribadi. Tanpa tujuan yang ingin dicapai, duit yang ada end-up nya pasti cuma jadi belanja konsumtif saja. So, tentukan tujuan yang ingin dicapai dalam keuangan pribadi. Dari jangka panjang seperti dana pensiun ada dana pendidikan anak, sampai ke hal-hal yang menyenangkan seperti menyiapkan dana liburan. Dijamin, sifat konsumtif bisa berkurang jauh.

#6 Tidak memiliki tabungan.

Percaya atau tidak, banyak juga orang yang tidak memiliki cadangan uang apapun, baik di bank maupun di bawah bantal. Kehidupan hanya berjalan dari paycheck ke paycheck berikutnya. Sebelumnya, kita samakan dulu persepsi mengenai “tabungan” ya.

Tabungan ini bukan berarti anda punya rekening di bank lho ya. Yang saya maksud tabungan adalah suatu tempat/rekening dimana duit masuk jauh lebih sering dibanding duit keluar. Konsepnya kayak celengan gitu lah. Bedakan dengan rekening gaji ya: duit masuk tiap tanggal gajian, tapi tiap hari ditarikin dari ATM. Ini sih namanya nitip duit di bank, bukan nabung, hehehe…

Tabungan ini penting sebagai dana darurat ataupun untuk menyiapkan kebutuhan-kebutuhan di masa mendatang. Mau berdisiplin menabung? Coba dengan hal mudah. Bikin rekening bank satu lagi, dan mulailah berdisiplin menyisihkan sedikit dari gaji kita setiap bulan ke rekening baru tersebut. Sisihkan di awal gajian ya, jangan sesudahnya.

Banyak yang beralasan: nabungnya nanti aja kalo ada sisa gaji. Kalo kayak gini, percayalah, ngga bakalan ada sisa…

#7 Kebiasaan buruk.

Banyak kebiasaan buruk yang dikategorikan sebagai penyakit dalam keuangan pribadi, seperti merokok, suka nongkrong di coffee shop, suka shopping dll. Memang, hal-hal ini akan sangat bagus sekali jika bisa dihilangkan.

Namun dalam pandangan saya, kebiasaan buruk yang paling berbahaya adalah tidak membuat anggaran untuk “kebiasaan buruk” tersebut. Iya dong, jika seseorang sudah menganggarkan biaya merokok dan biaya nongkrong di Starbucks, apakah bisa dianggap salah secara kacamata keuangan?

Yes bisa salah, jika anggaran ini mengalahkan alokasi untuk tujuan lain seperti dana pensiun atau dana pendidikan anak. Selama tujuan-tujuan tersebut juga telah teralokasikan dengan baik, artinya orang/keluarga tersebut memang memiliki kelebihan dana untuk dibelanjakan.

Sedikit sharing, keluarga saya memiliki anggaran untuk shopping (belanja barang-barang tersier) yang dipisahkan ke rekening berbeda setiap bulannya. Jika bulan ini kami tidak berbelanja, maka bulan depan kami punya senjata 2 bulan anggaran untuk dibelanjakan. Sebaliknya, jika bulan ini berbelanja melebihi anggaran, maka bulan depan alokasi anggaran belanja hanya boleh disetor tapi tidak boleh dibelanjakan sama sekali. Cara mudah untuk berbelanja tanpa merasa berdosa kan? 🙂

#8 Tidak memiliki asuransi jiwa.

Hal lain lagi yang sering dipandang remeh oleh kita adalah asuransi jiwa. Kenapa? Mungkin karena kerap premi asuransi cuma dianggap sebagai biaya. Hal lain, asuransi jiwa bukan merupakan kebutuhan penting untuk saat ini karena kondisi tubuh masih sehat walafiat. Lebih penting mengasuransikan mobil, yang jelas-jelas setiap hari menghadapi risiko baret, hehehe.

Well, kalimat “usia di tangan Tuhan” itu bukan sesuatu yang dibuat-buat lho, siapapun bisa dipanggil Tuhan kapan saja. Dan selama kita telah memiliki tanggungan dan belum memiliki aset yang memadai, akan lebih bijak jika kita memproteksi jiwa kita dengan asuransi jiwa. Karena yang akan menderita karena meninggalnya seseorang adalah keluarga yang menggantungkan hidup pada orang tersebut.

So, pastikan terlebih dahulu apakah anda memang membutuhkan asuransi jiwa, kemudian pastikan anda telah menghitung kebutuhan uang pertanggungan secara benar. Selain asuransi jiwa, ada juga asuransi-asuransi lain yang harus kita miliki (baca disini) untuk memproteksi diri kita dan keluarga secara maksimal.

====

Demikian 8 penyakit umum dalam perencanaan keuangan pribadi yang harus dihindari/ditangkal agar rencana tersebut dapat berjalan dengan baik. Semoga bermanfaat…

 

Image: awareofyourcare.com

6 Comments

  1. Dani May 7, 2016
    • JrPlanner May 9, 2016
  2. ira guslina May 8, 2016
    • JrPlanner May 9, 2016
  3. Mas Fikr August 24, 2016

Leave a Reply