Saya sangat setuju jika emas disebut sebagai salah satu instrumen ‘store of value‘ terbaik yang ada sampai saat ini. That’s why saya juga setuju dengan proverb bahwa 1 dinar emas (emas 22 karat, 4.25 gram) tetap bisa dipake untuk membeli 1 ekor kambing berkualitas bagus dari jaman Nabi sampai jaman sekarang.
Artinya apa? Nilai dinar emas ngga pernah turun dan terus bisa mengatasi kenaikan harga (inflasi) selama bertahun-tahun. Belakangan ini emas makin menjadi primadona karena harganya yang cenderung terus menanjak (cenderung lho ya, beda artinya dengan “selalu naik”) sehingga banyak yang mulai menganggap emas sebagai instrumen investasi terbaik di muka bumi.
Well, saya ngga sependapat dengan hal ini. Bagi saya, emas tetap berfungsi sebagai “storage of value” dan bukan “investment”. Kenapa? Mari kita bahas.
Emas sebagai “storage of value”
Sering banget saya dengar orang-orang dengan yakinnya bilang bahwa ‘harga emas selalu naik’. Banyak penjual emas yang selalu menampilkan data yang menunjang anggapan ini, yang sayangnya data tersebut ngga disajikan dengan lengkap. Untuk yang pingin tau fakta sebenarnya tentang harga emas, bisa dibaca dalam salah satu artikel tentang emas yang disajikan dengan menarik oleh Farah Dini Novita berjudul Fenomena Emas.
Kalo ngga yakin dengan grafiknya, bisa digoogling sendiri or diliat di http://www.kitco.com/charts/historicalgold.html. Tinggal dipilih mo periode kapan. Dari artikel dan grafik yang ada, kelihatan kan pola kenaikan emasnya? Apakah ini instrumen yang baik untuk investasi?
Buat saya sih ngga. Emas baru mulai naik di 2006 sebagai akibat dari kepanikan pasar akan krisis subprime dan berlanjut dengan krisis saat ini. Emang ini sesuai dengan sifat emas sebagai safe haven, diburu orang saat ekonomi memburuk.
Tapi sesuai catatan sejarah, ngga mungkin krisis ekonomi melulu kan? Dan pada saat ekonomi kembali normal, emas akan kembali ke pertumbuhan normalnya seperti pada periode 1980an sampe menjelang krisis subprime. Dan karena itu, emas adalah penyimpan nilai yang tepat karena sifat kenaikannya yg mengikuti inflasi.
Store of value
Sebenarnya apa sih “store of value”? Menurut Investopedia, store of value is
Any form of commodity, asset, or money that has value and can be stored and retrieved over time. Possessing a store of value is an underlying basis for any economic system, as some medium is necessary for a store of value in order for individuals to engage in the exchange of goods and services.
Dari definisi di atas, bentuk “stores of value” bisa bermacam-macam. Uang adalah bentuk yang paling umum, namun bisa juga berbentuk emas, perak, properti, barang antik, ternak, dan lain-lain yang bisa diterima oleh masyarakat.
Uang adalah bentuk yang paling mudah diterima namun memiliki kelemahan karena nilainya yang tergerus oleh inflasi. Diluar uang, emas merupakan alternatif terbaik karena sifatnya yang likuid sekaligus defensif terhadap inflasi.
Balik ke perihal emas sebagai “store of value”, cerita mengenai kemampuan 1 dinar emas untuk membeli kambing dengan kuantitas dan kualitas yang sama sejak jaman Nabi sampai saat ini bisa menjelaskan mengenai konsep ini. Terbukti bahwa nilai emas sejak jaman dulu ngga pernah tergerus oleh kenaikan harga kambing (inflasi), berbeda dengan nilai uang biasa.
Cerita itu juga menjelaskan bahwa “store of value” juga bisa berbentuk lain, dalam hal ini adalah kambing. Iyalah, harga kambing dari jaman Nabi sampe skarang terbukti tetap 1 dinar emas. So biar ngga kegerus inflasi, belilah emas atau kambing, sama aja kan? Hanya kekurangan kambing, umurnya ngga seabadi emas, kecuali kambing vampir #garing ah, plaak!!
Mengapa emas tidak tepat sebagai instrumen investasi?
Sekarang, sebelum masuk kepada alesan saya mengapa tidak menganggap emas sebagai instrumen investasi, coba anda jawab dulu pertanyaan ini: “Dalam 1 tahun ke depan, mana yang lebih menguntungkan, membeli 10 dinar emas atau 10 ekor kambing?” Asumsi ekonomi berada dlm kondisi normal yah. Simpan dulu jawabannya, nanti saya coba jawab dengan versi saya.
Definisi investasi
So, kenapa emas bukan investasi yang baik? Kita ulas dulu definisi investasi. Menurut Investopedia lagi,
In an economic sense, an investment is the purchase of goods that are not consumed today but are used in the future to create wealth.
Kata kunci investasi ada di “to create wealth”. Nah balik ke cerita 1 dinar emas = 1 ekor kambing. Apakah ada kekayaan yang bertambah disini? Jawabannya tentu tidak. Bayangkan, dari jaman Nabi sampai saat ini, dengan 1 dinar emas anda hanya akan tetap memperoleh seekor kambing.
Dengan demikian, kita tidak akan bertambah kaya, namun nilai aset kita ngga akan pernah tergerus oleh waktu. Tambah kaya sih ngga, tapi ngga akan miskin. Lain cerita kalo 1 dinar emas ternyata bisa dipake untuk beli sapi berkualitas bagus saat ini. Itu baru namanya investasi karena kita jadi tambah kaya.
Contoh penerapan investasi dalam perencanaan keuangan
Dalam penerapannya di perencanaan keuangan, penggunaan emas dan instrumen investasi lain seperti RD saham bisa dijelaskan dalam contoh penghitungan dana pendidikan anak. Misalnya, jika saat ini uang pangkal masuk SD adalah sebesar Rp 20 juta, dengan asumsi inflasi sebesar 10% per tahun maka 6 tahun yang akan datang uang pangkal ini akan menjadi Rp 35.4 juta. Alternatif cara pencapaiannya antara lain:
- Simply belilah emas (logam mulia atau dinar) dengan ekuivalen nilai Rp 20 juta dan simpan di safe deposit box. Dengan kenaikan harga emas yang sejalan dengan inflasi, maka pada tahun ke 6 nilai emas ini kemungkinan akan mencapai Rp 35.4 juta (store of value).
- Gimana kalo ngga punya uang Rp 20 juta sekarang? Bisa dengan berinvestasi rutin setiap bulannya. Asumsikan anda berinvestasi dalam instrumen dengan return 20% per tahun, maka untuk mencapai Rp 35.4 juta ditahun ke 6, dibutuhkan investasi sebesar Rp 258 ribu setiap bulannya (investment).
Itu cuma contoh aja yah, bukan berarti saya menyarankan anda untuk invest di RD saham untuk tujuan jangka menengah lho ya. Bisa-bisa saya digorok ama para financial planner ntar, hehehe. Saya hanya mo nyambungin perbedaan konsep store of value dan investasi, mudah-mudahan bisa ditangkap perbedaan keduanya.
So, mendingan beli emas atau kambing?
Akhir kata, mengenai pertanyaan ttg 10 DINAR EMAS vs 10 EKOR KAMBING? Okeh, saya jawab yah. Kalo menurut saya, jika kita beli 10 dinar emas saat ini, maka keuntungannya adalah tahun depan dinar tersebut masih dapat ditukarkan lagi dengan 10 ekor kambing (konsep store of value).
Tapi kalo dibeliin kambing saat ini, misalnya dengan kombinasi 5 jantan 5 betina, tahun depan kita berpotensi untuk memiliki 15 ekor kambing dewasa (asumsi tiap pasang kambing menghasil 1 ekor anak kambing). Dengan harga 1 dinar emas = 1 kambing, maka tahun depan kita bisa untung 5 dinar.
Nah, ini dia konsep investasi. Lebih menguntungkan? Jelas!! Tambah kaya? Pasti!! Tapi risiko beli kambing juga ada, karena namanya kambing bisa aja kabur, digondol maling, or bisa juga malah mati. Konsep investasi lagi nih, high risk high return.
So, dalam hal ini, belilah emas jika ingin tenang sampai tahun depan, atau belilah kambing jika ingin bertambah kaya namun deg-deg an selama 1 tahun ke depan.
Eh tapi ini pure view saya lho yah. Karena profile risiko setiap orang berbeda, sah-sah saja jika ada yang berbeda pendapat (lebih bagus jika ada dasar argumentasinya). At least saya bisa memberikan sedikit informasi tambahan sebelum anda memutuskan untuk mengalokasikan uang anda.
View ini juga saya lakukan dari kacamata perencanaan keuangan keluarga saja. So sah-sah aja bagi anda yang punya dana lebih dan tertarik untuk melakukan trading atau investasi jenis lain di emas.
Hanya saran saya, pastikan budget yang dipakai terpisah dari keuangan keluarga sehingga masa depan keluarga kita tetap aman jika terjadi risiko yang ngga diharapkan.
Salam.
Image: https://cdn.gobankingrates.com
akhirnya ini yang saya tunggu2, pembahasan mengenai emas. Sebenarnya saya penasaran kenapa hampir semua Financial planner jarang menyinggung soal inves emas, rata2 bicarainnya reksadana. tapi yang dimaksud reksadana saham kan bung JP?…
bukannya emas itu merupakan investasi jangka panjang ya bung JP? dalam arti store of value nya dalam jangka pendek ga terlalu banyak perbedaannya.? Mohon pencerahan lebih lagi karena kalau penjelasan dengan gaya bahasa bung JP lebih gampang saya cerna.
satu lagi, apa bung JP pernah mendengar tentang ‘berkebun emas’?
Kebetulan dlm contoh ini saya emang pake RD saham, tp ngga terbatas produk itu aja kok. Semua RD atau instrumen yg lain bisa dipake, asal sesuai dgn tujuannya. Kenapa RD yg dipake oleh fin planner? Karena sampai saat ini RD adalah produk investasi terpraktis, termurah, terdiversifikasi, aman dan menjanjikan return di atas instrumen sejenis lainnya.
Mengenai emas, memang store of valuenya akan sangat terasa dlm jangka panjang, namun dlm merencanakan suatu tujuan jangka panjang, lebih baik aja kalo kita invest di instrumen lain yang secara historis udah terbukti lebih agresif or memiliki return yg tinggi, misalnya saham. Tentunya risikonya jg sebanding yah, tp karna utk jangka panjang, cuekin aja. Kalo menurut saya sih emas lebih tepat digunakan utk sebagian dana darurat dan jg utk tujuan jk pendek dan menengah.
Eh ketinggalan satu, mengenai berkebun emas. Iya mbak, saya pernah belajar ttg itu walopun belum ngerti2 banget dan blom pernah terjun kesitu. Kalo mau bisa kok baca bukunya di gramedia, skarang banyak yg nulis ttg itu. Tapi hati2, cari juga tulisan dari sisi yg berbeda. Yang jelas kalo meurut saya produk ini cukup berisiko tinggi dan mengandung unsur spekulasi lumayan tinggi. Menguntungkan jika timing mbak tepat dan harga emas lagi dlm trend naik minimal 12% per tahun. Jika tidak, duit kita hanya akan tergerus oleh biaya penitipan. Lebih parah lagi kalo belinya ketika emas lagi dlm trend turun. Malah skrg produk ini akan segera dibatasi oleh BI. Mungkin nanti saya nulis jg ttg ini ya mbak…
kebanyakan investasi emas sekarang berupa kontrak berjangka bukan emas fisik. Jadi nilai kontrak emasnya yang di perdagangkan.
salam
ada tulisan tentang gadai emas ga ya? lg BU tp sayang mau jual, klo utang nanti kelamaan lunasnya hehhehe
Belum mbak, soalnya saya blom pernah punya pengalaman sendiri. Kalo memang emas itu bagian dari dana darurat, mungkin bisa dijual sebagian dulu. Kan sesuai fungsinya, untuk kebutuhan darurat. Nanti kan bisa beli lagi, toh harganya jg fluktuatif 🙂
suka sekali dengan isi dan gaya tulisannya. Enak dibaca dan mencerahkan 🙂
Terima kasih, mudah-mudahan berguna…
JP pernah denger atau tau tentang
Lautan emas mulia ngga?
Blom pernah tuh, baru tau sekarang dan tadi sempet browsing dikit. Keliatannya seperti pedagang emas yah? Well, apapun produk dan businessnya, tinggal kita liat aja skema dan kewajaran transaksi serta janji yang diberikan. Jika meragukan dan ngga jelas, tinggalin aja. Seperti quote favorit saya dari Warren Buffet: Never invest in a business you cannot understand 😉
I agree 🙂
Thx to bang JP, stlh baca smua artikel ttg LM di web ini,jd sdkit ‘tercerahkan’. mau sdkit nanya.. diatas disebutkan penerapan instrumen LM utk DaPend
Misalnya, jika saat ini uang pangkal masuk SD adalah sebesar Rp 20 juta, dengan asumsi inflasi sebesar 10% per tahun maka 6 tahun yang akan datang uang pangkal ini akan menjadi Rp 35.4 juta. Alternatif cara pencapaiannya antara lain:
Simply belilah emas (logam mulia atau dinar) dengan ekuivalen nilai Rp 20 juta dan simpan di safe deposit box. Dengan kenaikan harga emas yang sejalan dengan inflasi, maka pada tahun ke 6 nilai emas ini kemungkinan akan mencapai Rp 35.4 juta (store of value).
Gimana kalo ngga punya uang Rp 20 juta sekarang? Bisa dengan berinvestasi rutin setiap bulannya. Asumsikan anda berinvestasi dalam instrumen dengan return 20% per tahun, maka untuk mencapai Rp 35.4 juta ditahun ke 6, dibutuhkan investasi sebesar Rp 258 ribu setiap bulannya (investment).
Nachh.. diatas dsebutkan klo pnya uang cash, beli emas simpan smp 6th bwt DaPend. Tp klo ga pnya cash trs nyicil LM kya di slh satu program bank syariah atau di Pegadaian gmn?? pasti ada biaya utk bank, dan apa tujuan ‘store of value na msh tercapai?? TIA
Sorry , baru sempat bales. Maaf banget.
Jika memang tidak punya cash, saya lebih menyarankan utk berinvestasi di instrumen lain non emas seperti misalnya reksadana. Mengapa? Bisa disimak tulisan saya disini: https://www.catatankeluargamuda.com/2012/12/kultwit-review-investasi-logam-mulia-melalui-cicilan-emas/. Intinya, cermati bunga yg akan dibebankan selama mencicil. Apalagi dikondisi emas yg diprediksi akan mengalami masa downtrend sampai 2015 maka sepertinya pilihan untuk mencicil emas bukan pilihan yg tepat saat ini. Bisa-bisa malah imbal hasil justru negatif, belum lagi jika memasukkan komponen inflasi.
Cara lain bisa dilakukan dengan membeli emas secara berkala dengan cash yg ada, misalnya beli 5 gram per bulan utk mengurangi risiko fluktuasi harga emas. Kelemahannya, besaran pembelian per bulan akan bervariasi, tergantung harga emas saat itu. Ini berbeda jika strategi tsb diterapkan pada reksadana, dimana besaran pembelian bisa di set tetap setiap bulan, hanya jumlah unit penyertaan yg dibeli yg nantinya akan berbeda.
Tapi ini pendapat pribadi yah, berdasarkan hitung2an saya sendiri 🙂 Semoga membantu…