IKF VI: Wujud Dukungan BCA Terhadap Pengembangan Inovasi Dan Kreativitas Berbasis Digital

Indonesia Knowledge Forum (IKF) VI:

Saya beruntung untuk kembali diundang menghandiri acara Kafe BCA VII pada 13 September 2017 lalu, setelah sebelumnya ikut serta di Kafe BCA III dan Kafe BCA IV, yang merupakan pre-event menuju acara Indonesia Knowledge Forum seri ke 6 (IKF VI). IKF VI ini diselenggarakan sebagai wujud dukungan BCA terhadap pengembangan inovasi dan kreativitas berbasis digital di Indonesia.

Seperti IKF V tahun lalu, IKF VI tahun ini juga berlangsung pada bulan Oktober, tepatnya pada tanggal 3-4 Oktober 2017 di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta. Acara ini akan mengusung tema yang sangat menarik: Elevating Creativity & Innovation Through Digital Collaboration.

Acara IKF VI ini rencananya akan menghadirkan Pak Rudiantara (Menkominfo) sebagai keynote speaker, serta 23 pembicara lainnya seperti pengamat ekonomi Faisal Basri, CEO McKinsey Philia Wibowo, Ashraf Sinclair sebagai investor dari kalangan celebrity, founder Kejora Group Sebastian Togelang, sampai dengan Ibu Susi Pudjiastuti (Menteri KKP).

[BACA JUGA: Dimana kota paling ideal untuk menikmati masa pensiun? Ini pilihan kota terbaik untuk pensiun di Indonesia]

Kafe BCA VII

Forum Kafe BCA 7 seperti biasa dilaksanakan di break out area Menara BCA pada Rabu 13 September 2017 lalu. Pembicara yang dihadirkan tidak main-main, ada pengamat ekonomi Faisal Basri, Country Head Ninja Xpress Indra Wiralaksmana dan CEO Dailysocial.id Rama Mamuaya.

Dari BCA sendiri hadir Direktur BCA Henry Koenaifi serta Senior EVP of Strategic Information Technology BCA Hermawan Thendean. Acara ini dipandu oleh Yuswohady, seorang pakar marketing, sebagai moderator.

Dukungan BCA pada perkembangan usaha rintisan

Pak Henry Koenaifi membuka acara Kafe BCA 7 ini dengan paparan mengenai IKF VI dan bagaimana BCA memberikan perhatian kepada usaha rintisan (startup) berbasis digital dan berusaha mendukung perkembangannnya melalui kolaborasi dan kerjasama di bidang teknologi.

BCA juga saat ini telah meluncurkan perusahaan modal ventura bernama Central Capital Ventura (CCV), yang berfungsi sebagai kendaraan BCA untuk mendukung perkembangan startup di Indonesia. CCV telah menyiapkan dana sebesar RP 200 miliar untuk tujuan tersebut.

Pak Hermawan Thendean menambahkan juga beberapa data menarik. Indonesia saat ini sedang menikmati online experience, didukung dengan fakta bahwa Indonesia adalah negara dengan penggunaan smartphone nomor 3 terbesar di Asia.

Karena itu maka perkembangan startup dalam bidang financial technology (fintech) menjadi fokus utama dari dunia perbankan, khususnya BCA. Saat ini bank seperti BCA mengalami kesulitan untuk masuk ke dunia fintech karena beberapa penghalang, antara lain: regulasi perbankan yang ketat dan kurangnya fleksibilitas dalam membuat fitur dan produk keuangan.

Akibatnya? BCA memilih untuk berkolaborasi dengan pelaku fintech di Indonesia untuk sama-sama memajukan lini keuangan di Indonesia. Saat ini pun BCA sudah meluncurkan fitur open API, yang ditujukan untuk mempermudah transaksi keuangan di startup digital.

Ekonomi digital dan potensi fintech di Indonesia

Pak Yuswohadi memberikan pembukaan yang menarik saat menyajikan grafis dari buku Digital Vortex seperti dibawah ini.

Bisa dilihat bahwa bisnis yang terkena dampak terbesar dari digital disruption adalah bidang teknologi, diikuti dengan bidang media & hiburan serta retail. Bidang jasa keuangan berada di peringkat 4, dan di Indonesia mulai terbukti dengan banyaknya fintech yang mulai tumbuh. Hal ini juga yang mendorong BCA memberikan perhatian khusus pada dunia fintech.

Bidang yang relatif aman dari dampak digital disruption adalah farmasi, oil & gas, utilities seperti listrik dan air, layanan kesehatan serta hospitality/travel yang masih membutuhkan kehadiran infrastruktur fisik.

Faisal Basri: Peluang mengakselerasi pertumbuhan melalui ekonomi digital

Materi paling menarik datang dari Pak Faisal Basri, yang menyajikan topik tentang Peluang Mengakselesari Pertumbuhan melalui Ekonomi Digital.

kafe BCA VII

Pak Faisal menekankan pada keadaan ekonomi Indonesia saat ini yang disebut “lesu darah”, karena walaupun ekonomi masih terus bertumbuh namun relatif kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya “darah” dalam perekonomian adalah kurangnya perputaran modal atau uang. Ini tercermin dari financial inclusion index yang menunjukkan bahwa cuma 36.1% masyarakat Indonesia yang memiliki rekening bank. Demikian juga kredit ke sektor swasta di Indonesia yang masih di tingkat 39.4%.

Untuk itu maka ekonomi digital melalui peranan fintech sangat dibutuhkan untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Khusus untuk permasalahan kredit, peranan fintech dalam peer-to-peer lending sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mediasi antara pemilik dana dan pelaku bisnis.

Dalam perkembangan ekonomi digital sendiri, Indonesia relatif masih tertinggal dari negara-negara sekitarnya.

kafe bca 7

Digital competitiveness Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Jangankan jika dibandingkan dengan Singapura, dengan Malaysia pun kita masih jauh di belakang. Poin plus nya adalah ternyata parameter business agility di Indonesia relatif tinggi.

ikf vi

Dari indeks lain yang disajikan oleh Pak Faisal, jelas terlihat bahwa Indonesia tertinggal dari negara-negara sekitar dalam hal perkembangan ekonomi digital ini.

Namun di sisi lain, ini justru merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan ekonomi berbasis digital di masa depan. Apalagi dengan tambahan beberapa data dari Pak Faisal yang menunjukkan:

  1. Tingkat penggunaan internet di Indonesia adalah terbanyak ke 5 di dunia.
  2. GDP Indonesia adalah terbesar ke 16 di dunia.
  3. GDP berdasarkan kemampuan daya beli Indonesia menduduki peringkat 8 di dunia.
  4. GDP di sektor informasi & komunikasi merupakan salah satu yang mencetak pertumbuhan tertinggi.
  5. Pangsa pasar transaksi retail secara online baru menyentuh angka 1.2%.
  6. Mayoritas penduduk berusia produktif.
  7. Banyaknya masyarakat kelas menengah.

Semua faktor ini membuat peluang bagi perkembangan ekonomi digital menjadi sangat besar di masa mendatang. Dan diharapkan hal ini bisa didukung oleh pemerintah untuk juga mengembangkan infrastruktur yang mendukung, seperti satelit dan jaringan telekomunikasi/internet sampai ke pelosok daerah.

[BACA JUGA: Apakah kita termasuk kalangan kelas menengah Indonesia]

Potensi dan tantangan bisnis rintisan (startup)

Rama Mamuaya dari dailysocial.id menambahkan bahwa potensi startup di Indonesia memang sangatlah besar. Namun dari data yang ada, sekitar 95% startup gagal dan harus tutup dalam 3 tahun pertama. Kenapa potensinya besar? Karena masih banyak masalah yang bisa dibuatkan solusi dari sisi digital. Hal ini juga diamini oleh Indra Wiralaksmana dari Ninja Xpress.

Berikut beberapa saran dari Rama dan Indra bagi startup agar bisa bertahan:

  1. Embracing failure dan tetap semangat bereksperimen. TIdak takut menghadapi kegagalan. Jika gagal, jangan takut untuk mengambil hikmah dan kembali bangun sesuatu yang baru.
  2. Stay ahead of the curve. Inovasi dan pengembangan adalah keharusan agar bisa bertahan dari para pesaing yang terus muncul.
  3. Selalu fokus pada mencari solusi atas masalah yang terjadi di lingkungan sekitar.

 

Demikian sharing singkat dari acara Kafe BCA VII lalu. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

 

Image: BCA dan presentasi Faisal Basri

 

2 Comments

  1. Kartes September 18, 2017
    • JrPlanner September 18, 2017

Leave a Reply