Konsep PPh Pasal 25
Mendengar istilah angsuran Pajak Penghasilan (PPh Pasal 25) mungkin teman-teman yang belum familiar akan bertanya-tanya, mengapa Pajak Penghasilan memiliki konsep angsuran layaknya pembayaran cicilan?
Pada dasarnya spirit dari pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak tujuannya adalah untuk mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Dengan kata lain, dengan adanya pembayaran angsuran pajak ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran atau cash-flow Wajib Pajak atas pajak yang terutang setiap tahunnya.
Dengan demikian Wajib Pajak diharapkan dapat lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Sesuai dengan tema-nya, khusus untuk pembahasan ini kami batasi untuk membahas angsuran pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Dasar Hukum Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Dasar Hukum Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (7)
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Dalam Peraturan Pajak tersebut disebutkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Sementara definisi Pedangan Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:
- Penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
- Penyerahan jasa
Melalui suatu tempat usaha.
NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak untuk setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut (NPWP Cabang) dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak.
Namun dalam hal tempat usaha dan tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama, maka hanya akan diterbitkan NPWP domisili.
Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Angsuran PPh Pasal 25 ini wajib dibayarkan setiap bulan dalam Tahun Pajak berjalan.
Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 tersebut dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang mencantumkan NPWP masing-masing tempat usaha.
Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 tersebut bersifat tidak final yaitu merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Pelaporan PPh Pasal 25
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), maka tidak perlu untuk menyampaikan lembar ke-3 SSP tersebut ke KPP karena dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 (SSP Lembar ke-3) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perlu untuk diperhatikan tanggal jatuh tempo pembayaran (paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya) dan pelaporan PPh Pasal 25 (paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya) agar terhindar dari sanksi keterlambatan sesuai Undang-Undang Perpajakan.
Ilustrasi Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25
Tuan A memiliki outlet pakaian yang berlokasi di kota Jakarta dan Bandung. Total omset gabungan di kedua kota tersebut sepanjang tahun 2016 adalah sebesar Rp. 5 Milyar.
Asumsi Tuan A hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
- Tuan A telah memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu karena melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
- Tuan A wajib mendaftarkan NPWP atas tempat usaha di Jakarta (NPWP Domisili) dan di Bandung (NPWP Cabang)
- Penghitungan angsuran pajak PPh Pasal 25 untuk tahun 2017 adalah sebagai berikut:
(dalam Rupiah)
Bulan |
Omset Jakarta |
Tarif PPh Pasal 25 | Angsuran PPh Pasal 25 |
Januari |
250.000.000 | 0.75% |
1.875.000 |
Februari |
225.000.000 | 0.75% |
1.687.500 |
Maret |
275.000.000 | 0.75% |
2.062.500 |
April |
300.000.000 | 0.75% |
2.250.000 |
Mei |
250.000.000 | 0.75% |
1.875.000 |
Juni |
280.000.000 | 0.75% |
2.100.000 |
Juli |
270.000.000 |
0.75% | 2.025.000 |
Agustus |
300.000.000 | 0.75% | 2.250.000 |
September |
290.000.000 | 0.75% |
2.175.000 |
Oktober |
310.000.000 | 0.75% |
2.325.000 |
Nopember |
320.000.000 | 0.75% |
2.400.000 |
Desember |
330.000.000 | 0.75% |
2.475.000 |
Total | 3.400.000.000 |
25.500.000 |
Bulan |
Omset Cabang Bandung | Tarif PPh Pasal 25 | Angsuran PPh Pasal 25 |
Januari |
275.000.000 | 0.75% |
2.062.500 |
Februari |
225.000.000 | 0.75% |
1.687.500 |
Maret |
250.000.000 | 0.75% |
1.875.000 |
April |
310.000.000 | 0.75% |
2.325.000 |
Mei |
250.000.000 | 0.75% |
1.875.000 |
Juni |
280.000.000 | 0.75% |
2.100.000 |
Juli |
270.000.000 | 0.75% | 2.025.000 |
Agustus |
285.000.000 | 0.75% |
2.137.500 |
September |
290.000.000 | 0.75% |
2.175.000 |
Oktober |
325.000.000 | 0.75% |
2.437.500 |
Nopember |
320.000.000 | 0.75% |
2.400.000 |
Desember |
330.000.000 | 0.75% |
2.475.000 |
Total |
3.410.000.000 |
25.575.000 |
Angsuran PPh Pasal 25 tersebut diatas untuk disetorkan dan dilaporkan di masing-masing cabang sesuai wilayah kerja KPP. Misalnya angsuran PPh Pasal 25 cabang Jakarta disetorkan dengan menggunakan SSP dengan mencantumkan NPWP Jakarta dan dilaporkan di KPP Jakarta, begitupula dengan angsuran PPh Pasal 25 untuk cabang Bandung.
Total angsuran PPh Pasal 25 gabungan Jakarta dan cabang Bandung sebesar Rp. 51 Juta tersebut dapat digunakan sebagai kredit pajak untuk perhitungan pajak di SPT Tahunan Orang Pribadi Tuan A untuk tahun pajak 2017.
Kemudian pada bulan Maret 2017, Tuan A hendak melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Misalkan setelah dihitung dengan menggunakan tarif PPh OP, angka PPh terutang Tuan A sebesar Rp. 300 Juta, maka PPh kurang bayar (PPh Pasal 29) yang harus disetorkan sebelum 31 Maret 2018 adalah sebesar Rp. 249 Juta. Selanjutnya, Tuan A menyampaikan SPT Tahunan Pribadi beliau ke KPP terdaftar (NPWP domisili) yaitu KPP yang di Jakarta.
=======================================================================
Sekian sharing singkat dari saya. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi masukan untuk kita semua. Saya sangat terbuka jika ada yang ingin bertanya ataupun berdiskusi lebih lanjut terkait topik pajak untuk usaha kecil atau pajak untuk pengusaha tertentu ataupun topik pajak lainnya.
Terima kasih.
DISCLAIMER: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja. Tulisan ini juga difokuskan hanya pada topik sesuai judul pembahasan dan dibatasi pada lingkup sesuai pernyataan di awal tulisan. Untuk menghindari kesalahan persepsi, mohon hubungi kami atau konsultan pajak lainnya untuk pembahasan/diskusi lebih lanjut.
Image: fthmb.tqn.com
Pelaporan pajak usaha kelontong berarti asas nya hanya kejujuran ya? Solusi apa untuk mengajari yang gaptek dan tidak memahami. Soalnya orang awam hanya akan merasa negara memeras warganya, atas usaha yang kecil, (dilihat omset).
Nama kerennya sef-service, dan benar itu berdasarkan kejujuran 🙂 Selama masih beromset dibawah 4.8M per tahun, dikenakan pajak final 1% atas omset. Sebenarnya bukan memeras, tapi semangatnya adalah semua penghasilan harus berkontribusi pada pendapatan negara, dimana sebagai warga negara, kita wajib untuk membayar pajak atas semua penghasilan kita 🙂
Halo, Mba Oliv
Saya pengusaha bisnis fashion (sumber pendapatan satu2nya) yang omset per tahunnya di bawah 4.8M, punya 1 outlet & jualan online juga, mau tanya: Saya sbg WB OPPT hanya perlu bayar pajak PPh final 1% kah, atau perlu PPh 25 ini?
Mohon panduannya, mba, thankyou!
Untuk kasus Bapak, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 sebagai Pelasanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, atas penghasilan yang Bapak terima dikenakan Pajak Penghasilan Final sebesar 0.5% dari Omset bruto. Pajak Penghasilan tersebut harus dihitung sendiri oleh Bapak setiap bulannya dan disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Ketentuan PPh Final tersebut berlaku untuk Bapak sampai dengan 7 tahun kedepan, kecuali jika Omset Bapak sudah tembus diatas 4.8 Milyar, maka harus berlaku PPh dengan Ketentuan Umum.
Halo Kak Oliv,
izin bertanya kak,
kalau misal saya memiliki usaha yang termasuk OPPT serta pekerjaan sebagai dokter (pekerjaan bebas), nanti untuk perhitungan angsuran PPh pasal 25 nya pakai yang 0,75% (untuk OPPT) atau dihitung berdasarkan penghasilan neto tahun sebelumnya sebagai dasarnya???
karena apabila pakai yang 0,75% maka atas angsuran PPh pasal 25 tidak mengakomodir penghasilan dari dokter tsb, lalu apabila pakai berdasarkan penghasilan neto tahun sebelumnya maka angsurannya tidak pakai 0,75% untuk OPPT dong kak???
Mohon penjelasannya kak,
Halo Mas, mohon maaf baru balas, selama ini kelewat komennya. Untuk OPPT sebagai dokter sepengetahuan saya dihitung berdasarkan penghasilan bruto per tahun yang dikalikan dengan norma perhitungan penghasilan netto. Hasil perkalian tsb kemudian dikalikan lagi dgn tarif pasal 17 ayat 1 stlh dikurangi PTKP. Kira2 seperti itu. Namun utk lebih jelasnya terkait perhitungan norma ini saran saya akan lebih pasti jika menghubungi AR pajak mas di KPP nya.